Jumat, 31 Mei 2013

Posted by Unknown |
Pembelajaran di SLB B


·         Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dengan bobot yang berbeda dan disesuaikan dengan ketunaannya, hal ini disebabkan karena SLB berbeda dengan sekolah reguler dari segi akademisnya, sosialnya, dan banyak hal yang membuat anak-anak yang sekolah di SLB itu berbeda dengan anak-anak yang bersekolah di sekolah reguler. RPP yang digunakan di SLB sama dengan RPP yang ada di sekolah regular namun disesuaikan dengan kondisi setiap kelas, dimana ada tiga kriteria yang dimiliki oleh anak yaitu total, sedang, dan ringan. Keberhasilan yang dicapai oleh setiap anak pun berbeda, ada yang bisa menangkap dalam waktu 1 hari, seminggu, sebulan bahkan tahunan tergantung kemampuan anak tersebut dalam menangkap materi pembelajaran.

·         Di SLB B layanan pendidikan yang digunakan yaitu lebih banyak menggunakan layanan face to face (tatap muka) karena di SLB tidak mungkin menggunakan sistim klasikal, hal itu disebabkan oleh SLB menangani anak yang berkebutuhan khusus perlu penanganan khusus dan yang lebih banyak diterapkan yaitu bimbingan perseorangannya. Jika  di sekolah reguler, guru bisa sambil menulis, berbicara membelakangi siswa. Sedangkan jika dibandingkan dengan SLB B guru tidak bisa melakukan hal yang sama dengan guru di sekolah reguler seperti sambil menulis, berbicara membelakangi siswa harus langsung bertatap muka kemudian mimiknya bagaimana, ucapannya bagaimana banyak hal yang harus diperhatikan untuk melayani mereka pengenalan terhadap sesuatu itu yang sulit. Pada tiap kelas juga disediakan cermin yang berfungsi untuk melatih anak dalam artikulasi (gerak bibir). Lampu di setiap kelas selalu dinyalakan dengan tujuan anak dapat dengan jelas membaca mimik guru pada saat menjelaskan materi pelajaran.

·         Jumlah siswa di setiap kelas di SLB-B tidak sama, antara 4 sampai 6 orang. Usia siswa di masing-masing kelas juga berbeda-beda tergantung dari kemampuan siswa. Siswa yang memiliki kemampuan lebih cepat menangkap materi pelajaran akan ditempatkan di kelas akselerasi (percepatan).

·         Metode yang digunakan di SLB-B dengan di sekolah regular berbeda, disesuaikan dengan materi dan tingkat kemampuan anak. Sebagian besar anak SLB-B tidak bisa baca tulis, namun anak mengetahui maksud yang guru sampaikan seperti jika guru menyuruh anak untuk mengambil sesuatu, guru akan memberitahu anak dengan menggunakan bahasa isyarat, anak akan mengerti dan langsung mengambil barang yang dimaksudkan.

·         Mengenai buku pelajaran yang digunakan, SLB-B menggunakan buku BSE sama dengan buku sekolah regular, namun tidak semua materi digunakan. SLB-B hanya mengambil materi-materi pelajaran yang sifatnya umum.

·         Teknik Assessment SLB B yang digunakan adalah sistem assessment secara individual yaitu mengadakan ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester. Rangkaian Assessmen dilakukan melalui ulangan sehari-hari, ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester secara klasikal dan individual melalui pengembangan program sesuai dengan kurikulum yang digunakan di SLB tersebut.

·         Mengenai ekstrakulikuler yang diterapkan disekolah SLB B, terdapat beberapa ekstrakurikuler yang diberikan atau dilatihkan pada anak yaitu pramuka, tari, olahraga seperti sepakbola dan senam, komputer (IT), kerajinan tangan seperti menjahit dan sablon.

 
Pembelajaran di SLB C/C1

Seperti namanya, pendidikan tunagrahita, maka pendidikan ini diberikan bagi anak tunagrahita. Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan tunagrahita itu? Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada di bawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan, mereka juga tidak dapat mencapai kemandirian yang sesuai dengan ukuran (standar) kemandirian dan tanggung jawab sosial. Banyak yang menyatakan bahwa anak tunagrahita sama dengan anak yang mengalami retardasi/keterbelakangan mental.

Umumnya, anak tunagrahita dapat dicirikan sebagai berikut:

a)      Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/ besar
b)      Pandangan kosong
c)      Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usianya
d)     Perkembangan berbicara/bahasa terlambat
e)      Perhatian yang sangat kurang terhadap lingkungan dan kurang peka
f)       Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali)
g)      Sering mengeluarkan ludah (ngiler).


Berdasarkan skor intelegensi (IQ), anak tunagrahita dibadi menjadi 3, yaitu:

a)      Tunagrahita ringan (IQ antara 51-70)
b)      Tunagrahita sedang (IQ antara 36-51)
c)      Tunagrahita berat (IQ ≤ 20)

Namun dalam pendidikan, anak tunagrahita dikelompokkan ke dalam dua kategori:

a)      Anak tunagrahita yang masuk SLB C

·         Anak yang memiliki IQ antara 50-70
·         Anak mampu didik
·         Anak dapat dimasukkan ke kelas khusus maupun reguler
·         Kemampuan setara anak normal umur 8-12 tahun
·         Dapat membaca, menulis, berhitung sederhana, dan melakukan aktivitas lain.

b)      Anak tunagrahita yang masuk SLB C1

·         Anak yang memiliki IQ antara 25-49
·         Anak mampu latih
·         Jumlah siswa maksimal 10 orang per kelas
·         Kemampuan setara anak normal umur 3-8 tahun
·         Perlu latihan rutin dan berkesinambungan untuk dapat melakukan aktivitas
·         Hanya sebagian kecil yang dapat membaca, menulis, dan berhitung
·         Kemampuan intelektual lebih terbatas
·         Mereka dapat diajarkan kemampuan mengurus diri dan keahlian tertentu.

 
Anak tunagrahita harus diberikan pembelajaran yang intens karena mereka memang membutuhkan sistem pembelajaran yang  kontinu dan konsisten. Disamping itu, pembelajaran yang intensif juga sangat penting bagi mereka karena dapat mendukung mereka dalam mendapatkan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan mereka.

Dalam keberhasilannya, pendidikan bagi anak tunagrahita dipengaruhi oleh beberapa komponen seperti guru, siswa, sarana dan prasarana, kurikulum, dan sebagainya. Adapun teori yang dapat diterapkan oleh sekolah-sekolah bagi anak tunagrahita (dan anak spesial lainnya) ialah sebagai berikut:

a)      Teori motivasi
Motivasi yang diberikan dapat berupa reward (hadiah, pujian, dan sebagainya) maupun dorongan dari guru.

b)      Teori belajar dan tingkah laku
Guru dapat menerapkan strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan interaksi siswa dengan lingkungan  sekitarnya (guru-murid, siswa-lingkungan, dan sebagainya).

 

 

0 komentar:

Posting Komentar