Pembelajaran di SLB
D/D1
SLB D
Yang
dimaksud dengan sekolah luar biasa D adalah sekolah yang menangani anak-anak
Tunadaksa/cacat fisik yang memiliki tingkat kecerdasannya sama dengan anak
normal.
Sehingga
anak-anak ini diharapkan dapat memasuki sekolah umum setelah lulus dari sekolah
dasar.
Anak-anak
luar biasa bagian D apabila secara psikologis telah dapat menerima lingkungan
sekitar , berintegrasi lebih awal lebih baik ditinjau dari psikologi dan sosial
anak.
SLB D1
Sekolah
yang melayani anak-anak Tunadaksa yang memiliki tingkat kecerdasan dibawah
rata-rata anak normal , sehingga dibutuhkan pengajaran khusus
PENDIDIKAN YANG IDEAL BAGI ANAK TUNADAKSA
Tujuan pendidikan anak Tunadaksa bersifat ganda (dual purpose), yaitu yang berhubungan dengan aspek rehabilitasi pemulihan dan pengembangan fungsi fisik, dan yang berkaitan dengan pendidikan yang mengacu pada tujuan pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik .
Adapun
prinsip dasar program pendidikannya meliputi:
1. Keseluruhan anak (All the children)
2. Kenyataan (Reality)
3. Program yang dinamis (A dynamic program)
4. Kesempatan yang sama (Equality of opportunity)
5. Kerjasama (Cooperative)
1. Keseluruhan anak (All the children)
2. Kenyataan (Reality)
3. Program yang dinamis (A dynamic program)
4. Kesempatan yang sama (Equality of opportunity)
5. Kerjasama (Cooperative)
Sedangkan prinsip khusus
Pendidikannya
terdiri dari prinsip multisensori dan prinsip individualisasi.
Multisensori
berarti banyak indera, maksudnya dalam proses pendidikan pada anak tunadaksa
sedapat mungkin memanfaatkan dan mengembangkan indera-indera yang ada dalam
diri anak agar kesan pendidikan yang diterimanya lebih baik.
Prinsip
individualisasi berarti kemampuan masing-masing diri individu lebih dijadikan
titik tolak dalam memberikan pendidikan pada mereka. Model layanannya dapat
berbentuk individual dan klasikal pada individu yang cenderung memiliki
kemampuan yang hamper sama, bahan pelajaran yang diberikan pada siswa sesuai
dengan kemampuan masing-masing anak.
Layanan pendidikan untuk anak Tunadaksa dapat
dilakukan dengan pendekatan guru kelas, guru mata pelajaran/bidang studi,
campuran dan pengajaran tim.
a)
Pembelajaran di sekolah idealnya sebagai
berikut:
b)
Perencanaan kegiatan belajar mengajar:
Program pendidikan yang diindividualisasikan
c)
Prinsip Pembelajaran: Prinsip
multisensori dan prinsip individualisasi
d)
Penataan Lingkungan Belajar
Bangunan
gedung memprioritaskan tiga kemudahan:
·
mudah keluar masuk,
·
mudah bergerak dalam ruangan, dan
·
mudah mengadakan penyesuaian.
e)
Personil:
guru PLB, guru regular, dokter ahli anak, dokter
ahli rehab medis, dokter ahli ortopedi
, dokter ahli syaraf , psikolog, guru
BP, social worker, fisioterapist, occupational therapist, speechterapist,
orthotic dan prosthetic.
f) Bimbingan Belajar
Anak Tunadaksa memerlukan bimbingan belajar membaca, menulis, dan berhitung. Ketiga kemampuan dasar ini perlu memperoleh layanan sedini mungkin sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak, manakala telah memasuki program sekolah dasar
Anak Tunadaksa memerlukan bimbingan belajar membaca, menulis, dan berhitung. Ketiga kemampuan dasar ini perlu memperoleh layanan sedini mungkin sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak, manakala telah memasuki program sekolah dasar
g) Pembinaan Karier dan Pekerjaan
Untuk mempersiapkan masa depan anak, di sekolah perlu adanya pembinaan karier. Pengertian karier tidak dipandang hanya sebagai pekerjaan yang diberikan pada tamatan sekolah menengah atas, tetapi dibutuhkan oleh semua siswa sejak Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi. Pada jenjang TKLB dan SDLB materi pembahasannya adalah untuk memberikan pengertian dasar mengenai kemungkinan pekerjaan dalam hidup kelak dan memberikan kesadaran bahwa sekolah memberi kesempatan untuk bereksplorasi dalam mempersiapkan kehidupan kelak; sedangkan pada tingkatan yang lebih tinggi selain melanjutkan materi tersebut telah diarahkan pada prevokasional maupun vokasional.
Pembinaan karier dan pekerjaan dimulai dari kegiatan asesmen karir dan pekerjaan agar dapat menyusun program pembinaan karir dan vokasional yang sesuai dengan kondisi kemampuan dan kecacatan anak tunadaksa.
Berkaitan dengan penyusunan program, Philip (1986) mengemukakan bahwa program yang disusun harus berbentuk IEP (Individualized Educational Program) yang mempunyai ciri-ciri sasaran untuk remidi bila siswa mengalami kesulitan dalam membaca formulir pekerjaan, berkomunikasi dengan menggunakan telepon, penggunaan uang dalam pekerjaan, dll. Salah satu contoh pogram IEP adalah pengembangan motorik halus untuk pekerjaan menjahit, pertanaman, mengatur makanan, dll.
Untuk mempersiapkan masa depan anak, di sekolah perlu adanya pembinaan karier. Pengertian karier tidak dipandang hanya sebagai pekerjaan yang diberikan pada tamatan sekolah menengah atas, tetapi dibutuhkan oleh semua siswa sejak Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi. Pada jenjang TKLB dan SDLB materi pembahasannya adalah untuk memberikan pengertian dasar mengenai kemungkinan pekerjaan dalam hidup kelak dan memberikan kesadaran bahwa sekolah memberi kesempatan untuk bereksplorasi dalam mempersiapkan kehidupan kelak; sedangkan pada tingkatan yang lebih tinggi selain melanjutkan materi tersebut telah diarahkan pada prevokasional maupun vokasional.
Pembinaan karier dan pekerjaan dimulai dari kegiatan asesmen karir dan pekerjaan agar dapat menyusun program pembinaan karir dan vokasional yang sesuai dengan kondisi kemampuan dan kecacatan anak tunadaksa.
Berkaitan dengan penyusunan program, Philip (1986) mengemukakan bahwa program yang disusun harus berbentuk IEP (Individualized Educational Program) yang mempunyai ciri-ciri sasaran untuk remidi bila siswa mengalami kesulitan dalam membaca formulir pekerjaan, berkomunikasi dengan menggunakan telepon, penggunaan uang dalam pekerjaan, dll. Salah satu contoh pogram IEP adalah pengembangan motorik halus untuk pekerjaan menjahit, pertanaman, mengatur makanan, dll.
Alur pembinaan karier dan pekerjaan dapat disajikan seperti berikut:
Asesmen → pemograman → proses → evaluasi → daya guna/tepat guna
Adapun
Frances P. Connor (1995) mengemukakan sekurang-kurangnya ada 7 aspek yang perlu
dikembangkan pada diri masing-masing anak Tunadaksa melalui pendidikan, yaitu:
(1)
pengembangan intelektual dan akademik,
(2)
membantu perkembangan fisik,
(3)
meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri anak,
(4)
mematangkan aspek sosial,
(5)
mematangkan moral dan spiritual,
(6)
meningkatkan ekspresi diri, dan
(7)
mempersiapkan masa depan anak.
Pembelajaran
di SLB E
SLB
E adalah sekolah untuk anak-anak yang mengalami kesulitan dalam mengendalikan
emosi (Tuna Laras). Anak Tuna Laras pada umumnya sama dengan anak normal
lainnya, hanya saja mereka kesulitan dalam hal pengendalian emosi.
Dalam
SLB E, yang paling diutamakan adalah pembelajaran untuk mengendalikan emosi si
anak. Hal ini dikarenakan permasalahan utama anak Tuna Laras adalah dalam
pengendalian emosinya. Emosi anak Tuna Laras tidak stabil sehingga mereka sulit
untuk tenang dan diarahkan. Oleh karena itu dalam SLB E ini mereka dilatih
untuk lebih tenang dan lebih sabar dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari.
Metode
yang cukup efektif dalam permasalahan ini adalah dengna pemberian tugas yang
melatih kesabaran seperti menyusun puzzle, meronce, bermain Lego, mewarnai, dan
lain sebagainya. Dengan pelatihan seperti itu, anak diharapkan dapat lebih
bersabar dan emosi mereka lebih terkendali. Selain itu para pengajar harus
memahami kondisi si anak, dan bagaimana keadaan si anak dengan cara
mendengarkan keinginan si anak serta mengarahkannya. Pemberian reward atas hal
positif yang dilakukan anak dapat mengarahkan tindakan si anak.
Pembelajaran
di SLB G
SLB
G adalah sekolah yang menangani anak-anak yang mengalami gangguan ganda.
Gangguan ganda tersebut dapat berupa gangguan fisik maupun gangguan mental.
Oleh karena itu metode pembelajaran yang diterapkan haruslah lebih kompleks
daripada metode pembelajaran yang terdapat di jenis SLB lainnya. Penggabungan
metode pembelajaran dari setiap jenis SLB sangat dibutuhkan dalam SLB G ini.
Setiap metode yang dilakukan memiliki peran masing-masing dalam perkembangan
anak-anak yang mengalami gangguan ganda tersebut. Sama seperti di jenis SLB
lainnya, di SLB G ini juga perlu dilakukan pelatihan fisik maupun pelatihan
mental. Cara pengajar dalam memahami dan mengajari anak juga harus diperhatikan.
Pengajar harus mampu mengenal dan memahami masing-masing anak karena setiap
anak pastilah memiliki kebutuhan yang berbeda-beda
0 komentar:
Posting Komentar